Pengeboran
merupakan process untuk membuka jalur dan membuat sumur yang aman, untuk
mengeluarkan minyak dan gas dari sumber minyak didalam lapisan tanah yang
sangat dalam.
Pengeboran
ada pada fase explorasi dan fase produksi. Pengerboran pada fase produksi akan
terus dilakukan untuk pengembangan produksi pada fasilitas minyak dan gas
didarat atau perairan sungai atau laut dangkal.
Dalam
article ini, kami akan mebahasa pengeboran pada fase explorasi.
Pengeboran
atau “drilling” pada fase explorasi, merupakan sebuah kegiatan untuk mencari
dan membuktikan bahwa sumber yang ditengarai memiliki kandung minyak dan gas
dengan melakukan pengeboran pada kedalaman yang ditargetkan.
Pengeboran
dapat dilakukan didarat (onshore) atau dilaut (offshore), hal ini menjadi
tantangan tersendiri. Apabila dilakukan didarat, bisa jadi lokasi pengeboran
belum ada jalan, sehingga mobilisasi perlatan menjadi menantang. Apabila
dilakukan dilaut dan merupakan wilayah laut yang baru diexplorasi, menjadi
sulit untuk logistik barang dan transportasi orang dari darat ke laut atau
sebaliknya.
Karena itu,
pengeborang menjadi sebuah aktivitas yang sangat beresiko baik secara teknis
maupun non-teknis, bagi perusahaan MIGAS menjadi sebuah pertaruhan dalam
melakukan explorasi.
Pada sebuah kesempatan tersendiri, badan Satuan Kerja Khusus (SKK)
Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas di Indonesia, menyatakan pada
harian Kontan.co.id, menyatakan bahwa bisnis explorasi minyak dan gas penuh
dengan resiko. Simak pernyataan selekapnya di https://industri.kontan.co.id/news/skk-migas-sebut-bisnis-eksplorasi-migas-penuh-risiko.
Pada article yang berbeda, yang ditulis oleh investopedia.com, https://www.investopedia.com/articles/fundamental-analysis/12/5-biggest-risks-faced-by-gas-and-oil-companies.asp, menyampaikan
bahwa 5 resiko terbesar dalam dunia minyak dan gas adalah:
1.
Resiko secara Politik. Dalam fase explorasi, terdiri dari
seismic, 2D dan 3D study mengenai sumber kandungan minyak, kemudian dilakukan
pengeboran. Lamanya proses tersebut, misalkan di Indonesia terjadi pergantian
presiden dan kebijakan secara politik, bisa saja hal tersebut kepada kebijakan
minyak dan gas yang berdampak pada bisnis pengeboran.
2.
Resiko Geography dan Geological. Indonesia merupakan negara
kepulauan, sehingga tantangan tersendiri untuk logistic. Saat ini, di
Indonesia, untuk mendapatkan minyak dan gas menjadi semakin sulit, apabila
didarat lokasinya menjadi semakin masuk ke pedalaman hutan. Apabila dilaut
lokasinya menjadi semakin ke area laut dalam di Indonesia timur yang mini
infrastruktur logistik.
Secara Geological, tidak ada yang tahu kondisi sebelumnya
bagaimana dan susahnya untuk bisa mencapai kedalam kantong kandungan minyak. Bisa
jadi kantong kandungan tersebut tidak ekonomis setelah “hydrocarbon” dikeluarkan.
Sehingga ada quote baru dunia pengeboran “Completed drilling campaign, no
matter the result”.
3.
Resiko Harga. Minyak dan gas sebagai komoditas, harga mengikuti
harga pasar dunia.
4.
Resiko Ketersedian and Permintaan. Di Indonesia, menjadi sebuah
tantangan tersendiri, karena Indonesia sebagai net-importir. Keputusan secara
bisnis harus dilakukan perusahaan migas untuk melakukan pengeboran, apabila
terbukti, apakah minyak dan gas akan disalurkan sepenuhnya untuk domestik atau
pasar global.
5.
Resiko biaya. Semakin susah lokasi pengeboran dan dalamnya
kantong cadangan minyak diperut bumi, maka biaya yang diperlukan semakin besar.
Seperti yang disampaikan oleh SKK MIGAS di Kontan.co.id, dilakukan pengemboran
5 lima sumur, yang terbukti hanya 1 sumur.
Resiko ini belum termasuk resiko secara teknis yang dapat berupa:
1.
Laut Dalam
2.
Cuaca Extream
3.
Kekerasan lapisan tanah
4. Integritas Drilling Equipment
5. Keselamatan Operasi